Archive for 08/20/15
Gerbang Cinta Para Wali
By : Unknown
Ada cahaya yang memendar nun jauh di sana. Tak habis-habisnya
mata memandang penuh pesona. Indah dan menakjubkan, hingga tiada sesaat pun
melainkan sebuah klimaks dari puncak rasa kita, terkadang
seperti puncak gelombang
Cinta, terkadang menghempas seperti sauh-sauh kesadaran di hempas pantai,
terkadang begitu jauh di luar batas harapan, padahal ia lebih dekat dari
sanubari kita sendiri.
Tiba-tiba cahaya itu ada di depan mata hati kita. Ternyata sebuah
gerbang keagungan yang dahsyat penuh kharisma. Gerbang itu seakan bicara:
“Akulah gerbang para kekasih Tuhan”. Sejengkal saja kaki kita melangkah,
memasuki pintu gerbang itu, seluruh kesadaran kita sirna dalam luapan gelombang
cinta yang digerakkan oleh kedahsyatan angin kerinduan. Kata pertama yang
berbunyi di sana adalah deretan puja dan puji:
“Segala puji bagi Allah yang telah meluapi
lembah kalbu para wali-Nya dengan luapan Cinta kepada-Nya. Dia yang
membangunkan istana khusus agar luapan arwah para kekasih-Nya itu, senantiasa menyaksikan
keagungan-Nya.
Dia pula yang menghamparkan padang
ma’rifatullah melalui rahasia-rahasia jiwanya.
Lalu kalbunya berada di sebuah taman surga.
Taman itu penuh dengan
lukisan-lukisan ma’rifatullah yang tiada tara. Sedangkan arwah-arwah mereka
berada di Taman Malakut, tak sejenak pun arwah itu melainkan berada dalam
keabadian penyucian pada-Nya. Duh, rahasia arwahnya, mendendangkan tasbih dalam
tarian Lautan Jabarut-Nya.”
Lalu sebuah gerbang yang begitu agung dan indahnya, mengukirkan prasasti
yang ditulis oleh Qalam Ruhani. “Segala Puja bagi Allah, yang telah membuka
gerbang Cinta-Nya bagi para Kekasih-Nya. Lalu Dia mengurai rantai yang
membelenggu jiwanya, sehingga mereka teguh dalam keharusan khidmah pada-Nya,
sedangkan cahaya-cahaya-Nya melimpahi akal-akal mereka. Lalu tampak jelas,
keajaiban-keajaiban kekuasaan-Nya, sedangkan kalbu-kalbu mereka terjaga dari
haru biru tipudaya yang menumpah pada pesona-pesona cetak lahiriyah jagad
semesta, sampai akhirnya menggapai ma’rifat paripurna. Amboi, ruh-ruh mereka
tersingkapkan dari kemahasucian paripurna-Nya, dan sifat-sifat keagungan-Nya.
Merekalah penempuh jalan hadirat-Nya, dalam kenikmatan rahasia kedekatan
dengan-Nya, melalui tarekat dahsyat rindu dendam-Nya, hingga mereka
termanifestasi dalam hakikat, melalui penyaksian Ketunggalan-Nya. Mereka telah
diraih dari mereka, dan Dia menyirnakan mereka dari mereka, lalu mereka
ditenggelamkan dalam lautan Kemaha-Dia-an-Nya. Dia memisahkan pasukan-pasukan
terpencar dalam kesatuan kitab-Nya bagi para kekasih terpilih-Nya. Lalu mereka
terjaga oleh kerahasiaan jiwa melalui limpahan cahaya-cahaya, agar ia menjadi
obyek manifestasi, di samping ke-Tunggal-Dirian-Nya.”
Kalau saja kita ingin mengenal gerbang-gerbang Kekasih Allah itu, semata
bukanlah hasrat dan ambisi untuk menjadi Kekasih-Nya. Sebab, mengangkat derajat
seseorang menjadi Kekasih-Nya adalah Hak Allah, dan Allah sendiri yang memberi
Wilayah itu kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
Sekadar berkah atas cahaya kewalian dari kekasih-kekasih-Nya itu, sesungguhnya
lebih dari cukup bagi kita. Sedangkan pengetahuan kita atas dunia kewalian yang
menjadi bagian dari misteri-misteri Ilahi, tidak lebih dari limpahan-limpahan
Ilahi, agar kita lebih yakin kepada-Nya atas keimanan kita selama ini.
Para Auliya Allah adalah Ahlullah. Mereka terpencar di muka bumi sebagai
“tanda-tanda” Ilahiyah, dengan jumlah tertentu, dan tugas-tugas tertentu. Di
antara mereka ada yang ditampakkan karamahnya, ada pula yang tidak ditampakkan
sama sekali. Oleh karena itu hamba-hamba Allah yang diberi kehebatan luar
biasa, tidak sama sekali disebut Waliyullah, dan belum tentu juga yang tidak
memiliki kelebihan sama sekali, tidak mendapat derajat Wali Allah. Para Auliya
adalah mereka yang senantiasa mencurahkan jiwanya untuk Ubudiyah kepada Allah,
dan menjauhkan jiwanya dari kemaksiatan kepada Allah.
Di masyarakat kita, seringkali terjebak oleh fenomena-fenomena
metafisikal yang begitu dahsyat yang muncul dari seseorang. Lalu masyarakat
kita mengklaim bahwa orang tersebut tergolong Waliyullah. Padahal kata seorang
syekh sufi, “Jika kalian melihat seseorang bisa terbang, bisa menembus batas
geografis dengan cepat, bahkan bisa menembus waktu yang berlalu dan yang akan
datang, janganlah Anda anggap itu seorang Wali Allah sepanjang ia tidak mengikuti
Sunnah Rasulullah SAW.“
Mengapa? Sebab ada ilmu-ilmu hikmah tertentu
yang bisa dipelajari, agar seseorang memiliki kehebatan tertentu di luar batas
ruang dan waktu, dan ironisnya ilmu demikian disebut sebagai Ilmu Karamah.
Padahal karamah itu, adalah limpahan anugerah Ilahi, bukan karena usaha-usaha
tertentu dari hamba Allah.
Karamah sendiri bukanlah syarat dari kewalian. Kalau saja muncul karamah
pada diri seorang wali, semata hanyalah sebagai petunjuk atas kebenaran
ibadahnya, kedudukan luhurnya, namun dengan syarat tetap berpijak pada perintah
Nabi SAW. Jika tidak demikian, maka karamah hanyalah kehinaan syetan. Karena
itu di antara orang-orang yang saleh ada yang mengetahui derajat kewaliannya,
dan orang lain tahu. Ada pula yang tidak mengetahui derajat kewaliannya
sendiri, dan orang lain pun tidak tahu. Bahkan ada orang lain yang tahu, tetapi
dirinya sendiri tidak tahu.
Tetapi di belahan ummat Islam lain juga ada
yang menolak konsep kewalian. Bahkan dengan mudah mengklaim yang disebut
Auliya’ itu seakan-akan hanya derajat biasa dari derajat keimanan seseorang.
Tentu saja, kelompok ini sama kelirunya dengan kelompok mereka yang menganggap
seseorang, asal memiliki kehebatan, lalu disebut sebagai Waliyullah, apalagi
jika orang itu dari kalangan kiai atau ulama.
Meluruskan pandangan Kewalian di khalayak
ummat kita, memang sesuatu yang rumit. Ada ganjalan-ganjalan primordial dan
psikologis, bahkan juga ganjalan intelektual.
Al-Quthub Abul Abbas al-Mursi, semoga Allah
meridlainya, menegaskan dalam kitab yang ditulis oleh muridnya, Lathaiful
Minan, karya Ibnu Athaillah as-Sakandari, “Waliyullah itu diliputi oleh ilmu
dan ma’rifat-ma’rifat, sedangkan wilayah hakikat senantiasa disaksikan oleh
mata hatinya, sehingga ketika ia memberikan nasehat seakan-akan apa yang
dikatakan seperti identik dengan izin Allah. Dan harus dipahami, bagi siapa
yang diizinkan Allah untuk meraih ibarat yang diucapkan, pasti akan memberikan
kebaikan kepada semua makhluk, sementara isyarat-isyaratnya menjadi riasan indah
bagi jiwa-jiwa makhluk itu.”
“Dasar utama perkara Wali itu,” kata Abul Abbas, “adalah merasa cukup
bersama Allah, menerima Ilmu-Nya, dan mendapatkan pertolongan melalui
musyahadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Barangsiapa bertawakkal kepada
Allah, maka Dia-lah yang mencukupinya.” (QS. ath-Thalaq: 3). “Bukankah Allah
telah mencukupi hambanya?” (QS. Az-Zumar: 36). “Bukankah ia tahu, bahwa
sesungguhnya Allah itu Maha Tahu?” (QS. al-‘Alaq :14).“Apakah kamu tidak cukup
dengan Tuhanmu, bahwa sesungguhnya Dia itu Menyaksikan segala sesuatu?” (QS.
Fushshilat: 53). Syekh Agung Abdul Halim Mahmud dalam memberikan catatan khusus
mengenai Lathaiful Minan karya as-Sakandari mengupas panjang lebar mengenai
Kewalian ini. Hal demikian dilakukan karena, as-Sakandari menulis kitab itu
memulai tentang wacana Kewalian, karena memang, buku besar itu ingin mengupas
tuntas tentang biografi dua Waliyullah terbesar sepanjang zaman, yaitu
Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzili ra dan muridnya, Syekh Abul
Abbas al-Mursi.
Dalam sebuah ayat yang seringkali menjadi
rujukan utama dunia Kewalian adalah: “Ingatlah bahwa sesungguhnya para
Wali-wali Allah itu tidak punya rasa takut dan rasa gelisah. Yaitu orang-orang
yang beriman dan mereka bertaqwa. Mereka mendapatkan kegembiraan dalam
kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada perubahan bagi
Kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS.
Yunus: 62-64)
Dalam salah satu hadits Qudsi yang sangat populer disebutkan, “Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Siapa yang memusuhi Wali-Ku, maka benar-benar Aku izinkan orang itu untuk diperangi. Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding apa yang Aku wajibkan padanya. Dan hamba-Ku itu senantiasa mendekatkan pada-Ku dengan ibadah-ibadah Sunnah sehingga Aku mencintai-Nya. Maka bila Aku mencintainya, Akulah pendengarannya di mana ia mendengar, dan menjadi matanya di mana ia melihat, dan menjadi tangannya di mana ia memukul, dan menjadi kakinya di mana ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, Akupasti memberinya, jika ia memohon perlindungan kepadaKu Aku pasti melindunginya.”
Dalam salah satu hadits Qudsi yang sangat populer disebutkan, “Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman: “Siapa yang memusuhi Wali-Ku, maka benar-benar Aku izinkan orang itu untuk diperangi. Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dibanding apa yang Aku wajibkan padanya. Dan hamba-Ku itu senantiasa mendekatkan pada-Ku dengan ibadah-ibadah Sunnah sehingga Aku mencintai-Nya. Maka bila Aku mencintainya, Akulah pendengarannya di mana ia mendengar, dan menjadi matanya di mana ia melihat, dan menjadi tangannya di mana ia memukul, dan menjadi kakinya di mana ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku, Akupasti memberinya, jika ia memohon perlindungan kepadaKu Aku pasti melindunginya.”
Karenanya al-Hakim at-Tirmidzi, salah satu sufi besar generasi abad
pertengahan, menulis kitab yang sangat monumental hingga saat ini, Khatamul
Auliya’ (Tanda-tanda Kewalian), yang di antaranya berisi 156 pertanyaan
mengenai dunia sufi, dan siapa yang bisa menjawabnya, maka ia akan mendapatkan
Tanda-tanda Kewalian itu. Beliau juga menulis kitab ‘Ilmul Auliya.
Ragam Para Wali
Para Syekh Sufi membagi macam para Wali dengan
berbagai versi, termasuk derajat masing-masing di hadapan Allah Ta’ala. Dalam
kitab Al-Mafakhirul Aliyah fi al-Ma’atsir asy-Syadzilyah disebutkan ketika
membahas soal Wali Quthub. Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala
menceritakan: “Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan
tentang Wali Quthub.
“Apa makna Quthub itu wahai
tuanku?” Lalu beliau menjawab, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka
sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya.
Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu. Artinya
bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu telah lepas dari rekadaya
nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: empat amaliyah bersifat lahiriyah, dan
enam amaliyah bersifat bathiniyah. Empat amaliyah lahiriyah itu antara lain:
1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat
diri, 4) Mujahadah dengan maksimal. Sedangkan lelaku batinnya: 1) Taubat, 2)
Inabat, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di
antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali.
Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan
adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki delapan
amaliyah: empat bersifat batiniyah, dan empat lagi bersifat lahiriyah: Yang
bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain),
2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara
maksimal. Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu.
Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan
paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas
dari imajinasi dan khayalan, dan mereka memiliki delapan amaliyah lahir dan
batin. Yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4)
‘Uzlah. Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi
empat pula: Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin. Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah. Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns). Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin. Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah. Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns). Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.
Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid
(hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u
(berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.
Ragam lain dari para Wali ada yang disebut
dengan Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi, salah satu ada di sisi kanan
Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa
memandang alam Malakut (alam batin) -- dan derajatnya lebih luhur ketimbang
kawannya yang di sisi kiri --, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang
ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub.
Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.
Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Kejujuran
hati, Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.
Wali lain disebut dengan al-Ghauts, yaitu
seorang tokoh agung dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat
membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat
Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat
diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais
al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub
manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.
Al-Umana’, juga ragam Wali adalah kalangan Malamatiyah, yaitu mereka
yang menyembunyikan dunia batinnya, dan tidak tampak sama sekali di dunia
lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu
mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan. Al-Afraad, yaitu Wali yang sangat
spesial, di luar pandangan dunia Quthub.
Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal
Akbar, dengan Ruh Cahaya-cahaya (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur
(Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha),
dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian
Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma,
huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia bicara dengan cahaya
matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim
dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat,
baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah
ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Aulioya Syeikhul Quthub Abul Hasan
Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .
Jalaluddin Rumi
By : Unknown
KERANA
CINTA
Kerana
cinta duri menjadi mawar
kerana
cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana
cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Kerana
cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Kerana
cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Kerana
cinta tompokan debu kelihatan seperti taman
Kerana
cinta api yang berkobar-kobar
Jadi
cahaya yang menyenangkan
Kerana
cinta syaitan berubah menjadi bidadari
Kerana
cinta batu yang keras
menjadi
lembut bagaikan mentega
Kerana
cinta duka menjadi riang gembira
Kerana
cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana
cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Kerana
cinta sakit jadi sihat
Kerana
cinta amarah berubah
menjadi
keramah-ramahan
KEARIFAN
CINTA
CINTA
yang dibangkitkan
oleh
khayalan yang salah
dan
tidak pada tempatnya
bisa
saja menghantarkannya
pada
keadaan ekstasi.
Namun
kenikmatan itu,
jelas
tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih
yang sedar akan hadirnya seseorang
CINTA
“Dia
adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
Saya
mencintainya dan Saya mengaguminya,
Saya
memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya.
Setiap
orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya,
Kekasih
yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai,
Dia
begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang
yang mencintainya adalah para pecinta
yang
tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan
dia
dan mereka adalah dia.Ini adalah sebuah rahasia
Jika
kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
CINTA
: LAUTAN TAK BERTEPI
Cinta
adalah lautan tak bertepi
langit
hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah
langit berputar karena gelombang Cinta
Andai
tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila
bukan karena Cinta,
Bagaimana
sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana
tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana
ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua
itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak
dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap
atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan
naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita
mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu
pujian Keagungan pada Tuhan.
PERIH
CINTA
Perih
Cinta inilah yang membuka tabir hasrat pencinta:
Tiada
penyakit yang dapat menyamai dukacita hati ini.
Cinta
adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan
astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah
dari jamur langit ataupun jamur bumi,
Cintalah
yang membimbing kita ke Sana pada akhirnya.
Akal
’kan sia-sia bahkan menggelepar ’tuk menerangkan Cinta,
Bagai
keledai dalam lumpur: Cinta adalah sang penerang Cinta itu sendiri.
Bukankah
matahari yang menyatakan dirinya matahari?
Perhatikanlah
ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.
PERNYATAAN
CINTA
Bila
tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan
kasih-Mu dalam dada.
Bila
kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera
saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun
aku diam tenang bagai ikan,
Tapi
aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau
yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah
misaiku ke dekat-Mu.
Apakah
maksud-Mu?
Mana
kutahu?
Aku
hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah
lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai
unta memahah biak makanannya,
Dan
bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun
aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di
hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku
bagai benih di bawah tanah,
Aku
menanti tanda musim semi.
Hingga
tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan
tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.
TANPA
CINTA, SEGALANYA TAK BERNILAI
Jika
engkau bukan seorang pencinta,
maka
jangan pandang hidupmu adalah hidup
Sebab
tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan
dihitung
Pada Hari Perhitungan nanti
Setiap
waktu yang berlalu tanpa Cinta,
akan
menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung
Kesedaran telah turun dari langit
dan
terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari
Mereka
merupakan bintang-bintang di langit
agama
yang dikirim dari langit ke bumi
Demikian
pentingnya Penyatuan dengan Allah
dan
betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai
angin, buatlah tarian ranting-ranting
dalam
zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan
Lihatlah
pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan
sekumpulan kebahagiaan
Tetapi
wahai bunga ungu, mengapakah engkau larut dalam kepedihan ?
Sang
lili berbisik pada kuncup : “Matamu yang menguncup akan segera mekar. Sebab
engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di
manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati
adalah
melalui Kerendahan Hati.
Hingga
dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah
Aku ini Rabbmu ?”
Selain
itu Rumi juga menuliskan syair-syair indah lainnya.
PUASA
MEMBAKAR HIJAB
Rasa
manis yang tersembunyi,
Ditemukan
di dalam perut yang kosong ini!
Ketika
perut kecapi telah terisi,
ia
tidak dapat berdendang,
Baik
dengan nada rendah ataupun tinggi.
Jika
otak dan perutmu terbakar karena puasa,
Api
mereka akan terus mengeluarkan ratapan dari dalam dadamu.
Melalui
api itu, setiap waktu kau akan membakar seratus hijab.
Dan
kau akan mendaki seribu derajat di atas jalan serta dalam hasratmu.
DIA
TIDAK DI TEMPAT LAIN
Salib
dan ummat Kristen, ujung ke ujung, sudah kuuji.
Dia
tidak di Salib.
Aku
pergi ke kuil Hindu, ke pagoda kuno.
Tidak
ada tanda apa pun di dalamnya.
Menuju
ke pegunungan Herat aku melangkah,
dan
ke Kandahar Aku memandang.
Dia
tidak di dataran tinggi
maupun
dataran rendah. Dengan tegas,
aku
pergi ke puncak gunung Kaf (yang menakjubkan).
Di
sana cuma ada tempat tinggal
(legenda)
burung Anqa.
Aku
pergi ke Ka’bah di Mekkah.
Dia
tidak ada di sana.
Aku
menanyakannya kepada Avicenna (lbnu Sina) sang filosuf
Dia
ada di luar jangkauan Avicenna …
Aku
melihat ke dalam hatiku sendiri.
Di
situlah, tempatnya, aku melihat dirinya.
Dia
tidak di tempat lain.
DISEBABKAN
RIDHO-NYA
Jika
saja bukan karena keridhaan-Mu,
Apa
yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini
dengan
Cinta-Mu?
LETAK
KEBENARAN
Kebenaran
sepenuhnya bersemayam di dalam hakekat,
Tapi
orang dungu mencarinya di dalam kenampakan.
KAU
DAN AKU
Nikmati
waktu selagi kita duduk di punjung,
Kau
dan Aku;
Dalam
dua bentuk dan dua wajah — dengan satu jiwa,
Kau
dan Aku.
Warna-warni
taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian
Seketika
kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau dan Aku.
Bintang-bintang
Surga keluar memandang kita –
Kita
akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau dan Aku.
Kau
dan Aku, dengan tiada ‘Kau’ atau ‘Aku’,
akan
menjadi satu melalui rasa kita;
Bahagia,
aman dari omong-kosong, Kau dan Aku.
Burung
nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita –
Ketika
kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau dan Aku.
Ini
aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini …
Keduanya
dalam satu nafas di Iraq, dan di Khurasan –
Kau
dan Aku.
RAHASIA
YANG TAK TERUNGKAP
Apapun
yang kau dengar dan katakan (tentang Cinta),
Itu
semua hanyalah kulit.
Sebab,
inti dari Cinta adalah sebuah
rahasia
yang tak terungkapkan.
PERNYATAAN
CINTA
Bila
tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan
kasih-Mu dalam dada.
Bila
kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera
saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun
aku diam tenang bagai ikan,
Tapi
aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau
yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah
misaiku ke dekat-Mu.
Apakah
maksud-Mu?
Mana
kutahu?
Aku
hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah
lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai
unta memahah biak makanannya,
Dan
bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun
aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di
hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku
bagai benih di bawah tanah,
Aku
menanti tanda musim semi.
Hingga
tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan
tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.
HATI
BERSIH MELIHAT TUHAN
Setiap
orang melihat Yang Tak Terlihat
dalam
persemayaman hatinya.
Dan
penglihatan itu bergantung pada seberapakah
ia
menggosok hati tersebut.
Bagi
siapa yang menggosoknya hingga kilap,
maka
bentuk-bentuk Yang Tak Terlihat
semakin
nyata baginya.
KEMBALI
PADA TUHAN
Jika
engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka
milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.Begitulah caranya!
Jika
engkau hanya mampu merangkak,
maka
merangkaklah kepadaNya!Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka
tetaplah persembahkan doamu
yang
kering, munafik dan tanpa keyakinan;
kerana
Tuhan, dengan rahmatNya
akan
tetap menerima mata wang palsumu!Jika engkau masih mempunyai
seratus
keraguan mengenai Tuhan,
maka
kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.Begitulah caranya!Wahai pejalan!
Biarpun
telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayuhlah
datang, dan datanglah lagi!Kerana Tuhan telah berfirman:
“Ketika
engkau melambung ke angkasa
ataupun
terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah
kepadaKu, kerana Akulah jalan itu.”
KESUCIAN
HATI
Di
manapun, jalan untuk mencapai kesucian hati
ialah
melalui kerendahan hati.
Maka
dia akan sampai pada jawaban “Ya” dalam pertanyaan
Bukankah
Aku Tuhanmu?
MENYATU
DALAM CINTA
Berpisah
dari Layla, Majnun jatuh sakit. Badan semakin lemah, sementara suhu badan
semakin tinggi.Para tabib menyarankan bedah, “Sebagian darah dia harus
dikeluarkan, sehinggu suhu badan menurun.”Majnun menolak, “Jangan, jangan
melakukan bedah terhadap saya.”Para tabib pun bingung, “Kamu takut? padahal
selama ini kamu masuk-keluar hutan seorang diri. Tidak takut menjadi mangsa
macan, tuyul atau binatang buas lainnya. Lalu kenapa takut sama pisau
bedah?”“Tidak, bukan pisau bedah itu yang kutakuti,” jawab Majnun.“Lalu, apa
yang kau takuti?”“Jangan-jangan pisau bedah itu menyakiti Layla.”“Menyakiti Layla?
Mana bisa? Yangn dibedah badanmu.”“Justru itu. Layla berada di dalam setiap
bagian tubuhku. Mereka yang berjiwa cerah tak akan melihat perbedaan antara aku
dan Layla.”
MEMAHAMI
MAKNA
Seperti
bentuk dalam sebuah cermin, kuikuti Wajah itu.
Tuhan
menampakkan dan menyembunyikan sifat-sifat-Nya.
Tatkala
Tuhan tertawa, maka akupun tertawa.
Dan
manakala Tuhan gelisah, maka gelisahlah aku.
Maka
katakana tentang Diri-Mu, ya Tuhan.
Agar
segala makna terpahami, sebab mutiara-mutiara
makna
yang telah aku rentangkan di atas kalung pembicaraan
berasal
dari Lautan-Mu.
TUHAN
HADIR DALAM TIAP GERAK
Tuhan
berada dimana-mana.
Ia
juga hadir dalam tiap gerak.
Namun
Tuhan tidak bisa ditunjuk dengan ini dan itu.
Sebab
wajah-Nya terpantul dalam keseluruhan ruang.
Walaupun
sebenarnya Tuhan itu mengatasi ruang.
AKU
ADALAH KEHIDUPAN KEKASIHKU
Apa
yang dapat aku lakukan, wahai umat Muslim?
Aku
tidak mengetahui diriku sendiri.
Aku
bukan Kristen, bukan Yahudi,
bukan
Majusi, bukan Islam.
Bukan
dari Timur, maupun Barat.
Bukan
dari darat, maupun laut.
Bukan
dari Sumber Alam,
Bukan
dari surga yang berputar,
Bukan
dari bumi, air, udara, maupun api;
Bukan
dari singgasana, penjara, eksistensi, maupun makhluk;
Bukan
dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen;
Bukan
dari kerajaan Iraq, maupun Khurasan;
Bukan
dari dunia kini atau akan datang:
surga
atau neraka;
Bukan
dari Adam, Hawa,
taman
Surgawi atau Firdaus;
Tempatku
tidak bertempat,
jejakku
tidak berjejak.
Baik
raga maupun jiwaku: semuanya
adalah
kehidupan Kekasihku …
LIHATLAH
YANG TERDALAM
Jangan
kau seperti iblis,
Hanya
melihat air dan lumpur ketika memandang Adam.
Lihatlah
di balik lumpur,
Beratus-ratus
ribu taman yang indah!
KETERASINGAN
DI DUNIA
Mengapa
hati begitu terasing dalam dua dunia?
Itu
disebabkan Tuhan Yang Tanpa Ruang,
Kita
lemparkan menjadi terbatasi ruang.
RUMAH
Jika
sepuluh orang ingin memasuki sebuah rumah,
dan
hanya sembilan yang menemukan jalan masuk,
yang
kesepuluh mestinya tidak mengatakan, “Ini sudah takdir Tuhan.”
Ia
seharusnya mencari tahu apa kekurangannya.
DEBU
DI ATAS CERMIN
Hidup/jiwa
seperti cermin bening; tubuh adalah debu di atasnya.
Kecantikan
kita tidak terasa, karena kita berada di bawah debu.
UPAYA
Ikat
dua burung bersama.
Mereka
tidak akan dapat terbang,
kendati
mereka tahu memiliki empat sayap.
BURUNG
HANTU
Hanya
burung bersuara merdu yang dikurung.
Burung
hantu tidak dimasukkan sangkar
DUA
ALANG-ALANG
Dua
alang-alang minum dari satu sungai.
Satunya
palsu, lainnya tebu.
KERJA
Kerja
bukan seperti yang dipikirkan orang.
Bukan
sekadar sesuatu yang
jika
sedang berlangsung, kau
dapat
melihatnya dari luar.
Seberapa
lama kita, di Bumi-dunia,
seperti
anak-anak
Memenuhi
lintasan kita dengan debu dan batu dan serpihan-serpihan?
Mari
kita tinggalkan dunia
dan
terbang ke surga,
Mari
kita tinggalkan kekanak-kanakan
dan
menuju ke kelompok Manusia.
BURUNG
HANTU dan ELANG RAJA
Seekor
elang kerajaan hinggap di dinding reruntuhan yang dihuni burung hantu.
Burung-burung
hantu menakutkannya, si elang berkata, “Bagi kalian tempat ini mungkin tampak
makmur, tetapi tempatku ada di pergelangan tangan raja.”
Beberapa
burung hantu berteriak kepada temannya, “Jangan percaya kepadanya!
Ia
menggunakan tipu muslihat untuk mencuri rumah kita.”
By
: Jalaluddin Rumi