- Back to Home »
- Mengenal 7 latifah
Posted by : Unknown
Senin, 24 Agustus 2015
1. Lathifatul-Qolby :
Disini letaknya sifat-sifat syetan, iblis, kekufuran, kemusyrikan, ketahayulan
dan lain - lain, letaknya dua jari dibawah susu sebelah kiri. Kita buat dzikir
sebanyak-banyaknya, Insya Allah pada tingkat Ini diganti dengan Iman, Islam,
Ihsan, Tauhid dan Ma’rifat.
2. Lathifatur-Ruh :
Disini letaknya sifat bahimiyah (binatang jinak) menuruti hawa nafsu, letaknya
dua jari dibawah susu sebelah kanan. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya
Alah diisi dengan khusyu’ dan tawadhu’.
3. Lathifatus-Sirri :
Disini letaknya sifat-sifat syabiyah (binatang buas) yaitu sifat zalim atau
aniaya, pemarah dan pendendam, letaknya
dua jari diatas susu sebelah kiri. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya
Allah diganti dengan sifat kasih sayang dan ramahtamah.
4. Lathifatul-Khafi :
Disini letaknya sifat-sifat pendengki, khianat dan sifat-sifat syaitoniyah,
letaknya dua jari diatas susu sebelah kanan. Kita buat dzikir
sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat syukur dan sabar.
5. Lathifatul-Akhfa :
Disini letaknya sifat- sifat robbaniyah yaitu riya’, takabbur, ujub, suma’ dan
lain- lain, letaknya ditengah-tengah dada. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya
Insya Allah diganti dengan sifat -sifat Ikhlas , khusyu’, tadarru dan tafakur.
6. Lathifatun-Nafs (
Nafsun - Natiqo ) : Disini letaknya sifat-sifat nafsu amarrah banyak
khayalan dan panjang anganangan, letaknya tepat diantara dua kening. Kita buat
dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat tenteram dan
pikiran tenang.
7. Lathifatul-Qolabiyyah ( Kullu-Jasad )
: Disini
letaknya sifat-sifat jahil “ghaflah” kebendaan dan kelalaian, letaknya
diseluruh tubuh mengendarai semua aliran darah
kita yang letak titik pusatnya tepat
ditengah-tengah ubun-ubun kepala kita. Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya
Insya Allah diganti dengan sifat-sifat ilmu dan amal.
Mengenal Lathifah lathifah Batin dalam
Thariqat Sufi. Acuan dalam pengamalan thariqat bertumpu kepada tradisi dan
akhlak nubuwah (kenabian), dan mencakup secara esensial tentang jalan sufi
dalam melewati maqomat dan ahwal tertentu. Setelah ia tersucikan jasmaniahnya,
kemudian melangkah kepada aktivitas-aktivitas, yang meliputi:
·
Pertama, tazkiyah an-nafs atau
pensucian jiwa, artinya mensucikan diri dari berbagai kecenderungan
buruk, tercela, dan hewani serta menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan
malakuti.
·
Kedua, tashfiyah al-qalby ,
pensucian kalbu. Ini berarti menghapus dari hati
kecintaan akan kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara dan kekhawatirannya atas
kesedihan, serta memantapkan dalam tempatnya kecintaan kepada Allah semata
·
Ketiga, takhalliyah as-Sirr atau
pengosongan jiwa dari segenap pikiran yang bakal mengalihkan perhatian dari
dzikir atau ingat kepada Allah.
·
Keempat, tajalliyah ar-Ruh atau
pencerahan ruh, berarti mengisi ruh dengan cahaya Allah dan gelora cintanya.
Ø Qasrun
= Merupakan unsur jasmaniah, berarti istana yang menunjukan betapa keunikan
struktur tubuh manusia.
Ø Sadrun
= ( Lathifatun - nafs ) sebagai unsur jiwa
Ø Qalbun
= ( Lathifatul - qalby ) sebagai unsur rohaniah
Ø Fuadun
= (Latifatur-ruh) Unsur rohaniah
Ø Syagafun
= (Latifatus-sirri) unsur rohaniah
Ø Lubbun
= (Latifatul-khafi) unsur rohaniah
Ø Sirrun
= ( L atifatul-akhfa) unsur rohaniah Hal ini relevan dengan firman Allah SWT.
dalam Hadist Qudsi :
“Aku jadikan pada tubuh anak Adam
(manusia) itu qasrun (istana), di situ ada sadrun (dada), di dalam dada itu ada
qalbu (tempat bolak balik ingatan), di dalamnya ada lagi fu’ad (jujur
ingatannya), di dalamnya pula ada syagaf (kerinduan), di dalamnya lagi ada
lubbun (merasa terlalu rindu), dan di dalam lubbun ada sirrun (mesra),
sedangkan di dalam sirrun ada “Aku”.
Syaikh Ahmad As-Shirhindi dalam
Kharisudin memaknai hadist qudsi diatas melalui sistem interiorisasi dalam diri
manusia yang strukturnya yang dapat diperhatikan dalam gambar diatas. Pada
dasarnya lathifah-lathifah tersebut berasal dari alamul amri ( perintah) Allah
:“Kun fayakun” , yang artinya, “jadi maka jadilah” (QS.36:82)
merupakan ar-ruh yang bersifat immaterial .
Semua yang berasal dari alam al-khalqi
(alam ciptaan) bersifat material. Karena qudrat dan Iradat Allah ketika Allah
telah menjadikan badan jasmaniah manusia, selanjutnya Allah menitipkan kelima
Lathifah tersebut kedalam badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat
kuat. Lathifah-lathifah Itulah yang mengendalikan kehidupan batiniah seseorang,
maka tempatnya ada di dalam badan manusia. Lathifah ini pada tahapan
selanjutnya merupakan istilah praktis yang berkonotasi tempat. Umpamanya
lathifah
an-nafsi sebagai tempatnya nafsu
al-amarah. Lathifatul-qalby sebagai tempatnya
nafsu al-lawamah. Lathifatur-Ruhi
sebagai tempatnya nafsu al-mulhimmah , dan seterusnya. Dengan katalain
bertempatnya lathifah yang bersifat immaterial kedalam badan jasmani manusia
adalah sepenuhnya karena kuasa Allah.
Lathifah sebagai kendaraan media bagi ruh
bereksistensi dalam diri manusia yang bersifat barzakhiyah ( keadaan antara
kehidupan jasmaniah dan rohaniah) . Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (
lima lathifah ), tidak melalui sistem evolusi. Ruh ditiupkan oleh Allah ke
dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam .as telah tercipta
dengan sempurna, maka Allah memerintahkan ruh-Nya untuk memasuki jasad Nabi
Adam .as. Maka dengan enggan ia menerima perintah tersebut. Ruh memasuki jasad
dengan berat hati karena harus masuk ketempat yang gelap. Akhirnya ruh mendapat
Firman Allah : “Jika seandainya kamu mau masuk dengan senang, maka kamu
nanti juga akan keluar dengan mudah dan senang, tetapi bila kamu masuk
dengan paksa, maka kamupun akan keluar dengan terpaksa”.
Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian
turun sampai kebatas mata, selanjutnya sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya
sampai ke ujung jari kaki. Setiap anggota tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi
hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah. Dari
proses inilah muncul sejarah mistis
tentang karakter manusia, sejarah salat ( takbir, ruku dan sujud), dan tentang
struktur ruhaniah manusia ( ruh, jiwa dan raga). Bahkan dalam
al-Qur’an tergambarkan ketika ruh sampai
kelutut, maka Adam sudah tergesa-gesa ingin berdiri. Sebagaimana firman Allah.
“Manusia tercipta dalam ketergesagesaan” (QS/21.37)
Pada proses penciptaan anak Adam pun
juga demikian, proses bersatunya ruh kedalam badan melalui tahapan. Ketika
sperma berhasil bersatu dengan ovum dalam rahim seorang Ibu, maka terjadilah
zygot (sel calon janin yang diploid ). Ketika itulah Allah meniupkan
sebagian ruhnya ( Q S.23:9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan
selanjutnya Allah menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan maka
jadilah Ia potensi untuk bergerak dan berkembang, serta tumbuh yang
memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh
al-hayat. Sedangkan tahapan selanjutnya
adalah peniupan ruh yang terakhir, yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia
telah sempurna ( bahkan mungkin setelah lahir). Allah meniupkan ruh al-insan
(haqiqat Muhammadiyah). Maka dengan ini,
manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima taklif syari’ (
kewajiban syari’at) dari Allah dan menjadi khalifah-Nya. Itulah tiga jenis ruh dan
nafas yang ada dalam diri manusia, sebagai potensi yang menjadi sudut pandang
dari focus pembahasan lathifah (kesadaran).Lima lathifah yang ada di dalam diri
manusia itu adalah tingkatan kelembutan kesadaran manusia.
Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya,
karena hakikat adalah urusan Tuhan ( Q S.17:85), tetapi aktivitas dan
karakteristiknya.
Lathifatul-qalby,
bukan qalby (jantung) jasmaniah itu sendiri, tetapi suatu lathifah
(kelembutan), atau kesadaran yang bersifat robbaniyah (ketuhanan) dan ruhaniah.
Walaupun demikian, ia berada dalam qalby (jantung) manusia sebagai media
bereksistensi.
Menurut Imam Al Ghazali, didalam jantung
itulah memancarnya ruh manusia itu. Lathifah inilah hakikatnya manusia. Ialah
yang mengetahui, dia yang bertanggung
jawab, dia yang akan disiksa dan diberi
pahala. Lathifah ini pula yang dimaksudkan sabda Nabi
“Sesungguhnya Allah tidak akan memandang
rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu”
Lathifatul qalby bereksistensi didalam
jantung jasmani maka jantung fisik manusia ibaratnya sebagai pusat manusia,
gelombang, sedangkan letak di bawah susu kiri jarak dua jari ( yang dinyatakan
sebagai letaknya lathifatul qalby ) adalah ibarat “channelnya”. Jika seseorang
ingin berhubungan dengan lathifah ini, maka ia harus berkonsentrasi pada tempat
ini. Lathifah ini memiliki nur berwarna kuning yang tak terhinggakan ( di luar
kemampuan indera fisik ). Demikian juga dengan
lathifatur-ruh,
dia bukan ruh atau hakikat ruh itu sendiri. Tetapi lathifatur-ruh adalah suatu
identitas yang lebih dalam dari lathifatul-qalby. Dia tidak dapat diketahui
hakikatnya, tetapi dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan
karakteristiknya. Lathifah ini terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan
condong ke arah kanan. Warna cahayanya merah yang tak terhinggakan. Selain
tempatnya sifat-sifat yang baik, dalam lathifah ini bersemayam sifat
bahimiyah atau sifat binatang jinak. Dengan lathifah ini pula
seorang salik akan merasakan fana As-sifat (hanya sifat Allah saja yang kekal),
dan tampak pada pandangan batiniah.
Lathifatus-sirri merupakan
lathifah yang paling dalam, terutama bagi para sufi besar terdahulu yang
kebanyakan hanya menginformasikan tentang tiga lathifah manusia, yaitu qalby,
ruh dan sirr. Sufi yang pertamakali mengungkap sistem interiorisasi lathifah
manusia adalah Amir Ibn Utsman Al Makki (w. 904 M), yang menurutnya manusia
terdiri dari empat lapisan kesadaran, yaitu raga, qalbu, ruh dan sirr. Dalam
temuan Imam ar Robbani al
Mujaddid, lathifah ini belum merupakan
lathifah yang terdalam. Ia masih berada ditengah tengah lathifah ar ’ruhaniyat
manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga ia Mujaddid dapat merasakan
pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi sebelumnya, Seperti
Syaikh Abu Yazid Al Bustami, Al-Hallaj (309 H), dan Ibnu Arabi (637 H).
Setelah ia mengalami “ittihad” dengan
Tuhan, ia masih mengalami berbagai pengalaman ruhaniah, sehingga pada tataran
tertinggi manusia ia merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma’bud adalah
berbeda, manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan. Hal yang diketahui
dari l thifah ini adalah, ia memiliki nur yang berwarna putih berkilauan.
Terletak di atas susu kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati
jasmaniah (hepar). Selain lathifah ini merupakan manifestasi sifat-sifat yang baik,
ia juga merupakan sarangnya sifat sabbu’iyyah atau sifat binatang buas. Dengan
lathifah ini seseorang salik akan dapat merasakan fana’ al-dzat, dzat Allah
saja yang tampak dalam pandangan batinnya.
Lathifatul-khafi Adalah
Lathifah ar’robbaniah ar’ruhaniah yang terletak lebih dalam dari lathifah
as-sirri. Penggunaan istilah ini mengacu kepada hadist Nabi :
“Sebaik-baik dzikir adalah khafi dan
sebaik-baik rizki adalah yang mencukupi”
Hakikatnya merupakan rahasia Ilahiyah.
Tetapi bagi para sufi, keberadaanya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Cahayanya berwarna
hitam, letaknya berada di atas susu sebelah kanan jarak dua jari condong
kekanan, berhubungan dengan limpa jasmani. Selain sebagai realitas dari nafsu
yang baik, dalam lathifah ini bersemayam sifat syaithoniyyah seperti hasad,
kibir ( takabbur, sombong ), khianat dan serakah.
Lathifah yang paling lembut dan paling
dalam adalah lathifatul-akhfa. Tempatnya berada di tengah-tengah dada dan
berhubungan dengan empedu jasmani manusia.
Lathifah ini memiliki nur cahaya
berwarna hijau yang tak terhinggakan. Dalam lathifah ini seseorang salik akan
dapat merasakan ’isyq ( kerinduan) yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga sering sering ruhaniah Nabi datang mengunjungi.
Relevan dengan pendapat al-Qusyairi yan
g menegaskan tentang tiga alat dalam tubuh manusia dalam upaya kontemplasi,
yaitu:
Ø Pertama,
qalby yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat Allah
Ø Kedua,
ruh berfungsi untuk mencintai Allah, dan
Ø Ketiga,
sirr berfungsi untuk melihat Allah.
Dengan demikian proses ma’rifat kepada
Allah menurut al-Qusyairi dapat digambarkan sebagai berikut dibawah ini.
“ Aktivitas spiritual itu mengalir di
dalam kerangka makna
dan fungsi rahmatan lil ‘alamin-Tradisi
kenabian pada hakekatnya tidak lepas dari mission sacred, misi yang suci
tentang kemanusiaan dan kealam semestaan untuk
merefleksikan asma Allah”
Praktek Dzikir Setelah seorang murid
mengikuti talqin ini maka secara resmi dia sudah menjadi pengamal thariqat.
Selanjutnya dia mengamalkan ajaran-ajaran
dalam thariqat tersebut, khususnya dalam tatacara dzikirnya. Pertama-tama seorang
salik harus membaca Allahumaftahli... dst 7x, Alhamdulillahirrobil...dst,
istighfâr sebanyak 3X , kemudian membaca shalawât 3 X , ayat bai’at, baru
kemudian mengucapkan dzikir dengan mata terpejam agar lebih bisa menghayati
arti dan makna kalimat yang diucapkan yaitu lâ ilâha illa Allâh . Tekniknya,
mengucap kata La dengan panjang (14 harkat), dengan menariknya dari bawah pusat
ke arah otak melalui kening tempat diantara dua alis, seolah-olah menggoreskan
garis
lurus dari bawah pusat ke ubun-ubun–
suatu garis keemasan kalimat tauhid . Selanjutnya mengucapkan ílâha seraya
menarik garis lurus dari otak ke arah kanan atas susu kanan dan menghantamkan
kalimat illa Allâh ke dalam hati sanubari (lathifatul-qalby) yang ada di bawah
susu kiri dengan sekuat-kuatnya. Ini di maksudkan agar lebih menggetarkan hati
sanubari dan membakar nafsu-nafsu jahat yang dikendalikan oleh syetan.
Selain dengan metode gerakan tersebut,
praktek dzikir disini juga dilaksanakan dengan ritme dan irama tertentu. Yaitu
mengucapkan kalimat lâ ilâha illallâh, dan mengulanginya 3X secara pelan-pelan.
Masing-masing diikuti dengan penghayatan makna kalimat nafy isbat ( nafy =
meniadakan yang selain Allah. isbat = menetapakan hanya ada Allah tiada yang
selain-Nya). itu, yaitu lâ ma’buda ilallâh ( tidak ada yang berhak disembah
selain Allah), lâ maqsuda ilallâh (tidak ada tempat yang dituju selain Allah),
dan lâ maujuda ilallâh (tidak ada yang maujud selain Allah). Setelah
pengulangan ketiga, dzikir dilaksanakan dengan nada yang lebih tinggi dan
dengan ritme yang lebih cepat. Semakin bertambah banyak bilangan dzikir dan
semakin lama, nada dan ritmenya semakin tinggi agar “ kefanaan ” semakin cepat
diperoleh. Jadi dzikir pertama yang di amalkan murid adalah dzikir nafy isbât ,
dengan suara jahr ( keras). Setelah Itu, murid dapat melangkah kepada model
dzikir berikutnya yaitu ism dzat , yang lebih menekankan pada dzikir sirr dan terpusat
pada beberapa Lathifah. Untuk lebih jelasnya ajaran tentang pengisian lathifah
tersebut. Dapat dilihat dari tabel diatas beberapa sifat yang harus dihilangkan
dalam diri seorang murid, dengan melalui dzikir yang harus terisi dalam
“lathifah” yang berjumlah 7 “lathifah” tersebut, untuk mencapai sifat-sifat
yang terpuji. Sementara dzikir yang harus dilakukan oleh seorang murid adalah
sangat tergantung kepada kondisi batin seorang murid, berapa kali mereka akan
berdzikir, dan untuk menilai kemampuan murid dalam jumlah yang harus
dibebankannya adalah sang guru dapat menilainya melalui “indera keenam”. Selain
dzikir sebagai ajaran khusus, tarekat tetap sangat menekankan keselarasan
pengamalan trilogi Islam, Iman, dan Ihsan, atau yang lebih akrab lagi dengan
istilah syari’at, tarekat, dan hakekat. Dalam konteks ini pengamalan dalam
tarekat hakekatnya tidak jauh berbeda dengan kalangan Islam lain. Semuanya
dimaksudkan untuk dapat mengimplementasikan Islam secara kâffah, tidak saja dimensi
lahir tetapi juga dimensi batin.
Demikianlah pemaparan singkat tentang 7
Lathifah, kiranya menjadikan sedikit pengetahuan yang mencerahkan batin dan ruh
kita. Dan jika masih bingung alangkah baiknya tanyakan kepada Guru Mursyid
kita.
sumber : TQN